rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Senin, 26 Desember 2011

wanita itu bernama IBU


Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Katanya tanggal 22 desember  itu hari ibu, hingga banyak status di facebook dan twitter tentang ibu, banyak artikel bertemakan ibu, karna 22 desember adalah hari ibu. Tetapi bukan karna hari ibu sy ingin menulis ini, dan juga karena hari ini bukan tanggal 22 desember. Semua ini akan sy uraikan karena betapa sy merasa 1 bulan terakhir ini adalah masa2 dimana sy merasa begitu dekat dengan ibu, baik hati dan fisiknya. Mungkin hanya kebetulan saja berdekatan dengam tanggal 22 desember.

Semuanya bermula dari kondisi kesehatan yang seringkali menurun. Lebih dari 1 bulan yang lalu demam tifoid menguji pertahanan tubuh ini. Kabar tentang demam tinggi yang seringkali menghampiri sampai ke seluruh keluarga. Dan ibu lah orang yang paling khawatir dengan kondisi itu. Merawatku dari jarak beratus kilometer dari tempat ini, dalam nasihatnya, dalam doanya.
Seminggu berlalu, gejala2 itu hilang. Namun apa yang terjadi 2 minggu kemudian adalah bukti bahwa berakhirnya gejala tifoid buka berarti berakhirnya ujian ini. Demam tinggi datang tiba-tiba, perut terasa nyeri tak tertahan. Dilarikan ke RS, menjalani pemeriksaan, dan positif appendicitis. Dan kembali, sosok itu adalah sosok yang paling
Setia menemani 7 hari 7 malam di RS. Bersedia tubuhnya kusakiti saat diri ini merasakan nyeri hebat pasca operasi. Sakit yang dirasakan tubuh ini seolah-olah lebih terasa dari sakit yang dirasakan oleh tubuhnya sendiri, itulah ibu.
Hingga tiba saatnya sy memaksa kembali ke Bandung untuk melanjutkan yang seharusnya dilanjutkan. Berharap segala penyakit telah berakhir dengan berakhirnya nasib apendiks ini. 
Namun itu salah, kembali salah. Penyakit lain datang, saat kondisi psikologis dipermainkan oleh sugesti lingkungan. Saat lingkungan terasa tak lagi benar-benar sama. Saat ketertinggalan demi ketertinggalan disadari, di saat itulah "syaiton" berhasil menciptakan suatu penyakit dalam jiwa ini yang bernama KETERPURUKAN. Mungkin tak banyak yang tahu tentang hal ini, dan mungkin hanya segelintir yang sadar pada perubahan ini. Namun IBU, kembali menjadi sosok yang paling merasakan semua yang dirasa ini.
saat langkah sepatu teman-teman terdengar meninggalkan sejenak rutinitas ini, namun langkah sandal ibu justru semakin terdengar mendekat, ya IBU datang demi tak kuasa membiarkan diri ini sendirian. Maka IBU pun datang dengan berlapis stok kesabaran, kebijaksanaan, dan tekad menyembuhkan anaknya dari keterpurukan. Mendengar segala keluhan dengan sabar, memberi nasihat dengan bijak: itulah yang ibu selalu lakukan di sini. Namun yang kurasakan dari 2 hari pertama keberadaan ibu hanyalah bahwa keterpurukan ku tak juga membaik. Barulah pada pagi ke-3, ketika kembali menangis di pangkuannya, semangat sembuh dari keterpurukan ini muncul. Alhamdulillah,bertekad mencoba kembali menatap harapan dan tujuan dengan semangat, sedikit demi sedikit namun semoga pasti.

Setelah yakin sy tidak akan sendiri seiring dengan teman2 yang akan kembali, dan setelah yakin jiwa ini kuat melanjutkan perjuangan yang harus diteruskan, maka pagi tadi datang tak terelakkan. Sholat subuh berjamaah diwarnai dengan getaran bibir melantunkan ayat-ayatNya dan bulir-bulir bening mengaburkan pandangan. Tak dipungkiri perpisahan yang akan segera terjadi itu mengundang rasa sedih. Namun terasa lebih menyedihkan saat menyadari bahwa diri ini selalu merepotkan ibu seperti saat ini. Saat kata maaf terucap dari bibir yang masih bergetar, ibu menjawab "gak apa2, udah kewajiban ibu", sesederhana itu kalimatnya, menggambarkan betapa ia adalah wanita yang sederhana. Kata sederhana itu pun diikuti petuah-petuah yang diucapkan juga dengan sangat sederhana, namun kaya makna. Allah,,mengapa ada wanita seperti itu??
Dialah perempuan yang pertama kali mengajarkan kita kata-kata, bahasa, nada, dan apa saja yang membuat kita bahagia. Dialah perempuan yang pertama kali mengajarimu memakai sepatu atau memotong kuku.

Hal-hal yang terjadi pada beberapa waktu terakhir ini selalu membuat saya berpikir saya benar-benar membutuhkannya. Di saat yang lain pergi meninggalkan, dia yang tak kan pernah beranjak pergi, bahkan tak kan rela membirkanku sendiri. Maka semakin yakinlah saya, bahwa Allah SWT -Yang menciptakan ibu- tak kan pernah meninggalkan saya.

Di pasar, di dapur, di kantor, di jalan, di terminal, di tempat suci, di manapun… baginya, segala tentangmu adalah doa: Tuhan, semoga anakku baik-baik saja!

Berapa kali saya bertingkah tak seharusnya, yang mungkin saja meninggalkan segores luka di hatinya. Namun seberapa sering saya melakukan itu, sesering itulah ibu memaafkan itu seiring doa yang tak pernah putus agar Allah tetap melindungi saya.

… seburuk apapun kau memperlakukannya, Ibu akan tetap bangun pagi untuk sembahyang: mendoakan segala yang terbaik untukmu. Lalu memasak—menyiapkan sarapan untukmu. Kemudian mencuci, menyetrika pakaianmu, melepasmu pergi dengan senyuman dan lambaian, mencemaskanmu, menunggumu pulang, menceritakan semua prestasimu pada teman-teman dan tetangganya, merawatmu ketika sakit, atau dengan lugu meminta maaf: Maaf barangkali Ibu belum bisa membahagiakanmu.

Ibu selalu mengajarkan ku berjuang dalam kesederhanaan, dengan contoh perjuangan dan kesederhanaan yang selama ini dijalaninya. Ibu selalu mengingatkan bahwa jangan pernah luput dari mengingat-Nya. Amanah yang telah Allah percayakan pada Ibu, menjadi sesuatu yang amat ia syukuri. Rasa sayangnya terus mengalir sejak tubuh kecil ini masih begitu dekat dengannya dalam tubuhnya, hingga terhembus nafas ini ketika tubuh ini bertumbuh besar dan tiba saat harus jauh dari raganya..

Dialah perempuan yang suatu hari akan melihat kita melangkah pergi, dengan sepatu yang lain, meninggalkannya sendiri: menangis pilu bersama denyit engsel pintu..

Keberadaannya selalu membuatku tenang. Hingga ketiadaannya kini di samping sini selalu membuat saya mengenang ketenangan itu. Namun tak apa, ketiadaannya kini telah meninggalkan semangat baru dalam diri, untuk terus berjuang keras mengejar cita dan harapan, menatap masa depan dengan keoptimisan.
Kini ibu kembali ke rumah, menjalankan perannya yang lain. menjaga pria terkasih yang telah sekian tahun berjuang bersama membesarkan 4 anaknya. Sungguh ibu tak kan meninggalkan bapak, pria gagah yang telah menjadi pahlawan dari segala pahlawan dunia ini. Sungguh bapak pun tak kan meninggalkan ibu, demi apa yang telah mereka lalui bersama dalam tangis dan tawa..

Maka jagalah mereka ya Rabb,,muliakanlah mereka..
Jika diri ini belum cukup baik untuk memenuhi kriteria anak sholehah yang doanya selalu Engkau kabulkan, maka ku yakin Engkau tahu mereka adalah orang-orang yang memenuhi kriteria untuk ada dalam penjagaanMu, karena mereka telah menjaga amanahMu dengan baik.

Walaupun diri ini bukan ahli dalam menepati janji, namun izinkanlah di sisa waktu ini saya berjanji tidak akan meninggalkan mereka..sebagaimana mereka yang tak pernah tega meninggalkan saya. Beri saya kekuatan untuk menjaga mereka Ya Rabb. Sungguh kuasaMu bermain atas setiap skenario kehidupan ini.